Haloo artikel ini akan memberikan kalian referensi tugas mata kuliah Filosofi Pendidikan pada Topik 1 Ruang Kolaborasi. Selamat membaca semoga bisa menambah wawasan!
Apa praktik Pendidikan saat ini yang ‘membelenggu’ kemerdekaan peserta didik dalam belajar dengan melihat Perjalanan Pendidikan Nasional sebelum kemerdekaan dan sesudah kemerdekaaan?
Praktik pendidikan yang membelenggu atau membatasi kebebasan sebelum kemerdekaan pendidikan formal di Indonesia dimulai pada masa penjajahan Belanda. Hal ini berawal dari keputusan Ratu Belanda (Ratu Belanda Wihelmina) untuk memberikan “politik etis” sebagai tindakan balas budi atas jasa-jasa Indonesia demi kemajuan Belanda. Politik etis terdiri dari tiga program, yaitu irigasi, imigrasi, dan edukasi. Namun, ironisnya, pemerintah Belanda memanfaatkan kesempatan ini untuk lebih mengeksploitasi rakyat pribumi. Dalam praktiknya pada Pendidikan yaitu:
Sebelum Kemerdekaan
Masa Pendidikan Kolonial Belanda.
Pada masa pendidikan kolonial Belanda, praktik-praktik tertentu diterapkan:
- Pertama, pendidikan dilaksanakan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pemerintah kolonial Belanda, yakni untuk mempersiapkan tenaga kerja yang siap mengabdi pada mereka.
- Kedua, tidak semua rakyat pribumi dapat menikmati pendidikan, karena sistemnya didasarkan pada golongan, terutama untuk kalangan bangsawan atau yang berasal dari kalangan atas.
- Ketiga, sistem pendidikan diarahkan pada tata nilai Barat dan kurang memberikan penekanan pada pembentukan karakter dan budi pekerti.
Fokus Pendidikan pada masa itu hanya untuk melatih kerja masyarakat pribumi
Masa Pendidikan Kolonial Jepang
Selanjutnya, pada masa pendidikan kolonial Jepang setelah kemerdekaan, masih terdapat praktik pendidikan yang membatasi.
- Pertama, sistem pendidikan bertujuan untuk persiapan perang.
- Kedua, masyarakat diajarkan mengumpulkan hasil alam untuk keperluan logistik perang.
Setelah Kemerdekaan
Meskipun rakyat Indonesia meraih kemerdekaan, serta berhak dan telah mendapatkan Pendidikan, namun pada kenyataanya masih terdapat parktek yang membatasi atau membelenggu Pendidikan Indonesia, yaitu:
- Keterbatasan guru, terutama di daerah terpencil, disebabkan oleh kurangnya minat dan motivasi guru, sulitnya akses, dan penyebaran guru yang tidak merata.
- Sarana dan prasarana di sekolah juga tidak merata, memengaruhi kualitas pembelajaran.
- Kesejahteraan tenaga pendidik masih rendah, bahkan ada guru yang tidak digaji, seperti guru honorer yang mengabdikan diri namun belum mendapatkan kehidupan yang baik.
- Dalam era pembelajaran abad ke-21, penguasaan teknologi digital oleh guru masih rendah. Proses pembelajaran mengharuskan kolaborasi dengan teknologi, tetapi masih banyak guru yang kesulitan menerapkannya.
- Penguasaan pedagogi juga rendah, sebagian karena ketidaksesuaian disiplin ilmu, penerimaan guru dengan kualifikasi di bawah sarjana, minat rendah dalam peningkatan profesionalisme guru.
- Orientasi keberhasilan peserta didik yang masih terpaku pada nilai rapor. Paradigma masyarakat Indonesia terkait keberhasilan peserta didik hanya dilihat besar kecilnya nilai rapor. Padahal masih banyak aspek keberhasilan peserta didik yang dapat dijadikan pertimbangan, seperti kecerdasan emosional dan motivasi diri, kemampuan mengatasi masalah, kemandirian, kemampuan berfikir kritis, kemampuan teknologi serta minat dan motivasi belajar.
Adakah model-model Pendidikan saat ini yang Anda lihat dapat melepaskan ‘belenggu’ yang belum memerdekakan peserta didik?
Dalam praktik pendidikan saat ini, terdapat belenggu yang dapat membatasi kemerdekaan peserta didik dalam belajar. Salah satu pendekatan yang diusulkan untuk melepaskan belenggu ini adalah dengan menerapkan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pendekatan ini memungkinkan siswa untuk menjadi penggerak utama dalam proses pembelajaran, di mana guru bertindak sebagai fasilitator dan mendukung siswa untuk mengeksplorasi minat, bakat, serta mengidentifikasi tujuan pembelajaran pribadi mereka.
Selain itu Model pendidikan yang memerdekakan peserta didik, seperti kurikulum Merdeka, dianggap tepat karena memberikan kebebasan kepada sekolah dan guru dalam merancang pembelajaran sesuai kebutuhan peserta didik dan lingkungan mereka. Konsep ini sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan yang memerdekakan manusia, baik secara lahir maupun batin. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan yang perlu dan baik saja tetapi juga mendidik peserta didik untuk mencari pengetahuannya sendiri yang dapat digunakan dalam kehidupannya.
Kurikulum Merdeka dirasa tepat untuk digunakan sejalan dengan pemikiran tersebut, sejalan pula dengan tujuan pendidikan yang menitikberatkan kepada keaktifan murid dalam mengembangkan minat bakat kebutuhan dan kemampuan mereka.
Penilaian dalam kurikulum ini lebih banyak memperhatikan proses siswa dalam menjalankan pembelajaran melalui assessment diagnostik dan formatif, konsep tersebut selaras dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan yang bermakna menuntut segala kekuatan kodrat pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai kebahagiaan serta keselamatan setinggi-tingginya.
Pendekatan pembelajaran yang tanpa tekanan, menyenangkan, dan mendukung eksplorasi mandiri serta kolaborasi antar peserta didik juga dianggap sebagai konsep pendidikan yang memerdekakan. Metode pembelajaran seperti problem-based learning, demonstrasi, dan diskusi diharapkan memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk aktif berpartisipasi.
Apa yang Anda tawarkan sebagai model Pendidikan yang dapat melepaskan belenggu dan memerdekakan peserta didik?
Salah satu penyebab belum merdekanya peserta didik dalam proses belajar adalah karena mindset seorang guru yang hanya berfokus pada penilaian peserta didik saja pada paradigma lama, standar penilaian peserta didik adalah penilaian akhir semester berupa penilaian kognitif permasalah tersebut didukung pula pada kebijakan kurikulum saat itu, yang belum bisa melepaskan belenggu peserta didik dalam merdeka belajar. Padahal esensi belajar sendiri adalah bagaimana mengubah pola pikir peserta didik agar bisa memiliki kemampuan menguasai enam kecakapan (6C) di abad 21 yakni Character (Karakter), Citizenship (Kewarganegaraan), Critical Thinking (Berpikir Kritis), Creativity (Kreatif), Collaboration (Kolaborasi), dan Communication (Komunikasi). Dan kurikulum merdeka memberikan kesempatan dan kebebasan kepada peserta didik untuk mengeksplorasi pengetahuannya. Selain itu, guru juga memberikan kebebasan dalam membuat rancangan perencanaan Pendidikan (RPP), pemiliha model pembelajaran dan pelaksanaanya serta instrument assesmenya. Sedangka siswa diberikan kesempatan untuk mengeksplor dan mencari sumver belajar yang sesuai
Untuk mencapai pendidikan yang memerdekakan, perlu fokus pada pengembangan teknologi digital guru, penguatan penguasaan pedagogi, dan perubahan orientasi masyarakat terhadap keberhasilan pendidikan dengan mengakui aspek kecerdasan emosional serta keterampilan sosial peserta didik. Dengan demikian, upaya untuk memerdekakan peserta didik memerlukan kolaborasi antara guru, sekolah, dan masyarakat secara menyeluruh.