Bergerak Memberi Arti
Kirim Artikel

Praktik Pendidikan yang ‘Membelenggu’ Kemerdekaan Peserta Didik dalam Belajar: Sebuah Tinjauan dari Perjalanan Pendidikan Nasional

Praktik Pendidikan yang 'Membelenggu' Kemerdekaan Peserta Didik dalam Belajar: Sebuah Tinjauan dari Perjalanan Pendidikan Nasional. Source: Freepik

Hey, Sobat Fira! Selamat datang di artikel menarik kita kali ini. Pada kesempatan ini, kita akan membahas tentang saat ini yang ‘membelenggu’ peserta didik dalam belajar. Untuk memahami hal ini dengan baik, mari kita lihat perjalanan pendidikan nasional sebelum dan sesudah kemerdekaan.

Perjalanan Pendidikan Sebelum Kemerdekaan

Pada masa penjajahan, pendidikan di Indonesia lebih cenderung ditujukan untuk mencetak tenaga-tenaga yang siap bekerja sesuai dengan kepentingan penjajah. Sistem pendidikan yang diterapkan pada saat itu lebih menekankan pada pembentukan kedisiplinan dan kepatuhan terhadap aturan yang ditetapkan oleh penjajah.

Peserta didik memiliki keterbatasan dalam mengungkapkan pendapat dan ide-ide kreatif mereka. Mereka tidak diberikan kebebasan untuk mengembangkan potensi diri secara penuh. Hal ini mengakibatkan peserta didik menjadi pasif dalam proses belajar dan kurangnya motivasi untuk berpikir kritis.

Pendidikan formal di Indonesia dimulai pada masa penjajahan Belanda. Hal ini berawal dari keputusan Ratu Belanda (Ratu Belanda Wihelmina) untuk memberikan “politik etis” sebagai tindakan balas budi atas jasa-jasa Indonesia demi kemajuan Belanda.  Politik etis terdiri dari tiga program, yaitu irigasi, imigrasi, dan edukasi. Namun, ironisnya, Belanda memanfaatkan kesempatan ini untuk lebih mengeksploitasi rakyat pribumi. Dalam praktiknya pada Pendidikan yaitu:

  • Sebelum Kemerdekaan
  • Masa Pendidikan Kolonial Belanda

Pada masa pendidikan kolonial Belanda, praktik-praktik tertentu diterapkan:

  • Pertama, pendidikan dilaksanakan semata-mata untuk memenuhi pemerintah kolonial Belanda, yakni untuk mempersiapkan tenaga kerja yang siap mengabdi pada mereka.
  • Kedua, tidak semua rakyat pribumi dapat menikmati pendidikan, karena sistemnya didasarkan pada golongan, terutama untuk kalangan bangsawan atau yang berasal dari kalangan atas.
  • Ketiga, sistem pendidikan diarahkan pada tata nilai Barat dan kurang memberikan penekanan pada pembentukan karakter dan budi pekerti.

Fokus Pendidikan  pada masa itu hanya untuk melatih kerja masyarakat pribumi

  • Masa Pendidikan Kolonial Jepang

Selanjutnya, pada masa pendidikan kolonial Jepang setelah kemerdekaan, masih terdapat praktik pendidikan yang membatasi.

  • Pertama, sistem pendidikan bertujuan untuk persiapan perang.
  • Kedua, masyarakat diajarkan mengumpulkan hasil alam untuk keperluan logistik perang.

Perubahan Setelah Kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka, harapan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik semakin tinggi. Pemerintah berkomitmen untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif dan merdeka. Namun, dalam kenyataannya, masih terdapat beberapa praktik pendidikan yang ‘membelenggu’ kemerdekaan peserta didik dalam belajar.

Meskipun rakyat Indonesia meraih kemerdekaan, serta berhak dan telah mendapatkan Pendidikan, namun pada kenyataanya masih terdapat parktek yang membatasi atau membelenggu Pendidikan Indonesia, yaitu:

  • Keterbatasan , terutama di daerah terpencil, disebabkan oleh kurangnya minat dan motivasi guru, sulitnya akses, dan penyebaran guru yang tidak merata.
  • Sarana dan prasarana di juga tidak merata, memengaruhi .
  • Kesejahteraan tenaga pendidik masih rendah, bahkan ada guru yang tidak digaji, seperti guru honorer yang mengabdikan diri namun belum mendapatkan kehidupan yang baik.
  • Dalam era abad ke-21, penguasaan digital oleh guru masih rendah. Proses pembelajaran mengharuskan kolaborasi dengan teknologi, tetapi masih banyak guru yang kesulitan menerapkannya.
  • Penguasaan pedagogi juga rendah, sebagian karena ketidaksesuaian disiplin ilmu, penerimaan guru dengan kualifikasi di bawah sarjana, minat rendah dalam peningkatan profesionalisme guru.
  • Orientasi keberhasilan peserta didik yang masih terpaku pada nilai rapor. Paradigma masyarakat Indonesia terkait keberhasilan peserta didik hanya dilihat besar kecilnya nilai rapor. Padahal masih banyak aspek keberhasilan peserta didik yang dapat dijadikan pertimbangan, seperti kecerdasan emosional dan motivasi diri, kemampuan mengatasi masalah, kemandirian, kemampuan berfikir kritis, kemampuan teknologi serta minat dan motivasi belajar.

Menghadapi Tantangan Masa Kini

Untuk mengatasi masalah ini, pendidikan saat ini perlu mengadopsi pendekatan yang lebih progresif dan inklusif. Peserta didik perlu diberikan kebebasan untuk mengembangkan minat dan bakat mereka, serta didorong untuk berpikir kritis dan kreatif.

Guru juga memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang mendukung kemerdekaan peserta didik. Mereka harus menjadi fasilitator dalam proses belajar, bukan hanya pemberi informasi. Guru harus mendorong peserta didik untuk aktif berpartisipasi dalam pembelajaran dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengemukakan pendapat.

Kesimpulan

Dalam perjalanan pendidikan nasional kita, masih terdapat praktik-praktik yang ‘membelenggu’ kemerdekaan peserta didik dalam belajar. Namun, kita juga melihat adanya perubahan positif yang terjadi seiring dengan perkembangan zaman.

Sekaranglah saatnya untuk bergerak maju dan menghadapi masa kini. Mari kita bersama-sama menciptakan sistem pendidikan yang membebaskan peserta didik untuk mengembangkan diri mereka secara penuh. Dengan demikian, kita dapat melahirkan generasi yang kreatif, inovatif, dan siap menghadapi masa depan yang penuh dengan tantangan.

Sampai jumpa kembali di artikel menarik lainnya. Terima kasih telah menyempatkan waktu untuk membaca artikel ini. Semoga bermanfaat!